“PERADABAN DAN PETA POLITIK UMAT ISLAM
MENJELANG
PERIODE PERTENGAHAN
Oleh :
Muhammad Solehan (111- 11- 167)
BAB 1
PENDAHULUAN
Rasulullah Saw, adalah rasul Allah, kepala
pemerintahan yang sekaligus menjadi kepala Masyarakat. Setelah beliau wafat,
maka roda kepemimpinan dalam dunia Islam pun digantikan oleh para khalifah,
atau yang kita kenal dengan Khulafaur Rasyidin. Sepeninggalan
rasulullah, dunia islam mengalami banyak perubahan, baik dari segi
kekhalifahan, maupun dari segi kebudayaan dan peradaban. Dalam makalah ini akan
dijelaskan mengenai pete politik sekaligus peradaban islam yang muncul dalam
suatu masa setelah wafatnya rasulullah saw hingga menjelang abad pertengahan.
Adapun kekhalifahan setelah wafat rasul, dilihat berdasarkan urutan waktu
hingga menjelang abad pertengahan ialah sebagai berikut:
1.
Khulafaur- Rasyidin (632 M- 661 M)
2. Daulah Bani Umayyah 1
di Damaskus (661 M- 749 M)
3. Daulah Bani
Abbbasiyah (750 M- 847 M)
4. Daulah Bani Umayyah
II di Andalusia (755-1013 M)
5. Daulah Murabbitun (1088 M- 1145 M)
6. Daulah Muwahidun (1130 M- 1269 M)
7. Daulah Fathimiyah
8. Dinasti Ghaznawiyah
Menjelang abad pertengahan ini, islam memang
tengah mencapai puncak kejayaanya. Kemajuan di bidang ekonomi, administrasi
negara, ilmu pengetahuan, politik dan kebudayaan memang mengagumkan. Akan
tetapi, itu semua tidaklah bebas dari kekurangan. Kelemahan dan ketidakcakapan
kepeminpinan pun sangat mempengaruhi roda- roda pemerintahan yang semakin lama
menyebabkan kemunduran, ditambah konflik- konflik yang semakin kompleks yang
terus bermunculan disetiap era kepemimpinan.
BAB 2
PEMBAHASAN
Peta Politik dan Peradaban Masa Khulafaur Rasyidin
Muhammad SAW, disamping sebagai Rasulullah juga
sebagai kepala pemerintahan dan pemimpin masyarakat. Setelah beliau wafat,
fungsi sebagai Rasulullah tidak dapat digunakan oleh siapa pun manusia di dunia
ini, karena pemilihan fungsi tersebut adalah mutlak dari Allah SWT.fungsi
beliau sebagai kepala pemerintahan dan pemimpin masyarakat harus ada yang
menggantikanya. Selanjutnya pemerintahan Islam dipimpin oleh empat sahabat
terdekatnya. Kepemimpinan periode ini disebut dengan Khulafa’ Al Rasyidun (para
pengganti yang mendapatkan bimbingan ke jalan yang lurus)[1].
Empat khalifah tersebut adalah :
- Abu Bakar Al- Shiddiq (11-13 H/ 632- 634 M)
- Umar Ibn Al- Khattab (13- 23 H/ 634- 644 M)
- Utsman Ibn Affan (23- 35 H/ 644- 656 M)
- Ali Ibn Abi Thalib (35- 50 H/ 656- 651 M)
Meskipun hanya berlangsung 30 tahun, masa
khulafaur rasyidin adalah mas yang
penting dalam sejarah islam. Khulafaur Rasyidin berhasil menyelamatkan islam,
mengkonsolidasikan dan meletakkan dasar bagi keagungan umat islam[2].
Adapun pemerintahan pada periode ini sebagai berikut :
Peta Politik Masa Khulafaur Rasyidin
A. Sistem
Pemilihan Khalifah
Dengan wafatnya Rasul, umat muslim dihadapkan
kepada krisis konstitusional. Rasul tidak menunjuk penggantinya[3].
Permasalahan politik pertama kali muncul sepeninggal Rasulullah adalh siapakah
yang akan menggantikan beliau sebagai kepala pemerintahan dan bagaimana sistem
pemerintahanya. Masalah tersebut diserahkan kepada kaum muslimin. Rasul
mengajarkan prinsip musyawarah sesuai dengan ajaran islam itu sendiri. Abu
bakar memangku jabatan khalifah berdasarkan pilihan yang berlangsung sangat
demokratis di Muktamar Tsaqifah Bani Sa’idah. Abu bakar disetujui jamaah kaum
muslimin untuk menduduki jabatan kekhalifahan[4].
Umar ibn Khatab diangkat dan dipilih oleh para pemuka masyarakat dan disetujui
oleh jamaah kaum muslimin. Abu bakar, menjelang wafat ia memilih Umar untuk
menjadi penggantinya. Pilihanya sudah dimintakan pendapat dan persetujuan para
pemuka masyarakat pada saat mereka menjenguk dirinya sewaktu sakit[5].
Utsman ibn Affan dipilih dan diangkat dari enam
orang calon yang ditunjuk oleh khalifah Umar
saat menjelang ajalnya karena pembunuhan. Sedangkan untuk khalifah
terakhir periode ini, Ali ibn Abi thalib tampil memegang pucuk pimpinan negara
ditengah- tengah kericuhan dan huru- hara perpecahan akibat terbunuhnya Utsman
oleh kaum pemberontak. Khalifah Ali dipilih dan diangkat jamaah kaum Muslimin
di Madinah dalam suasana yang kacau, dengan pertimbangan jika khalifah tidak
segera dipilih, maka keadaan akan semakin bertambah kacau[6].
B. Kebijakan-
Kebijakan Pemerintah
Maju mundurnya sebuah pemerintahan sangat
bergantung kepada pemegang kekuasaan. Berikut adalah beberapa kebijakan
khalifah dalam menghaadapi krisis dan gejolak yang muncul dalam pemerintahanya:
1. Memerangi Kaum
Riddah
Sebagai khalfah pertama, Abu Bakar dihadapkan pada masyarakat sepeninggalan
Rasulullah SAW. Pada masa kekhalifahanya, muncullah golonganyang menyimpang
dari kebenaran (orang- orang yang murtad, tidak mau membayar zakat, dan mengaku
diri sebagai nabi) dengan mengirimkan pasukan, sehingga semuanya kembali pada jalan yang benar atau harus gugur sebagai syahid dalm
memperjuangkan agama Allah.
2. Pengelolaan Kas Negara
Tindakan yang dilakukan Umar adalah menata pemerintahan dengan departemen-
departemen (diwan) yang bertugas menyampaikan perintah dari pemerintah
pusat ke daerah- daerah dan menyampaikan laporan tentang perilaku dan tindakan-
tindakan penguasa daerah kepada khalifah[7].
Terkait masalah pajak, Umar membagi warga dengan dua kelompok yaitu muslim dan
non- muslim(Dzimmy). Bagi muslim diwajibkan membayar zakat, bagi non
muslim dipungut Kharaj (pajak tanah) dan jizyah (pajak kepala).
Pada masa Umar lembaga yudikatif dip[isahkan dengan didirikanya lembaga
pengadilan, bahkan di daerah- daerah. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban
dibentuk jawatan kepolisian dan jawwatan pekerjaan umum.Untuk mengelola
keuangan negara, maka didirikan Baitul Maal.
3. Penataan Birokrasi
Pemerintahan
Abu Bakar melanjutkan sistem pemerintahan yang bersifat sentral seperti
pada zaman Rasulullah, yakni kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif
terpusat disatu tangan. Masa khalifah Umar lembaga yudikatif sudah berdiri,
terpisah dari eksekutif dan legislatif. Wilayah negara terdiri dari provinsi-
provinsi yang berotonomi penuh , kepala
pemerintahan profinsi bergelar Amir. Para amir (gubernur) propinsi dan
para pejabat distrik sering diangkat melalui pemilihan. Pemerintahan Umar
menjamin hak setiap orang dan orang- orang menggunakan kemerdekaanya dengan
seluas-luasnya[8].
Agar mekanisme pemerintahan berjalan lancar,
dibentuk Organisasi Islam (Daulah Islamiyah) yang pada garis besarnya
sebagai berikut:
- An-Nidam As- Siyasy (Organisasi Politik)
- An-Nidam Al- Idary (Organisasi tata Usaha/ Administrasi Negara)
- An-Nidam Al- Maly (Organisasi Keuangan Negara)
- An-Nidam Al- Harby (Organisasi Ketentaraan)
- An-Nidam Al- Qadla’i (Organisasi Kehakiman)
Pengembangan sistem birokrasi pemerintahan ini
berdasarkan pada hasil pemikiran para khalifah, khsusnya Umar ibn Khatab. Yang
berhasil memadukan sistem yang ada di daerah perluasan dengan kebutuhan
Masyarakatyang sudah mulai brkembang saat itu[9].
4. Pemberlakuan
Ijtihad
Tatkala islam mulai meluas ke Syam, Mesir, Persia,
dll. Timbullah berbagai macam kesulitan dan masalah- masalah yang belum pernah
ditemui oleh kaum Muslimin. Umar bukan saja menciptakan peraturan- peraturan baru,
tetapi juga memperbaiki dan mengadakan perubahan terhadap peraturan yang telah
ada, bila memang peraturan itu perlu diperbaiki dan diubah[10].
Dengan melaksanakan ijtihad barangkali Umar ingin memberi tuntunan dan
pengertian bahwa ajaran islam itu tidak kaku, tapi bisa lentur dan luwes sesuai
dengan perkembangn zaman dan permasalahan yang dihadapi dengan tetap mengacu
pada substansi ajaran yang ada dalm Al- Quran dan Hadits.
5. Perluasan dan
Pengelolaan Wilayah
Adapun secara rinci bentuk penakhlukan/ perluasan
wilayah pada masa ini[11]
sebagai berikut:
Tahun (Masehi)
|
Bentuk Penakhlukan/ perluasan wilayah
|
632- 633
|
Perang riddah: peperangan dilakukan diberbagai daerah arabia, kelompok-
kelompok yang bertempur didorong keluar arabia kesebelah barat dan utara.
|
633
|
Hirah, Kota Sasani yang dibentengi sungai Eufrat, direbut
|
634
|
Kekuatan byzantium dikalahkan di syiria selatan
|
635
|
Damaskus direbut, dan disusul oleh beberapa kota syiria yang lainya
|
636
|
Perang yarmuk, dekasungai Yordan, menghancurkan sebuah pasukan militer
byzantium yang kuat yang dipimpin oleh saudara kaisar yang terbunuh, setelah
itu syiria terbuka, damaskus direbut kembali.
|
637
|
Perang Qadisiyyah, dekat Hirah, menghancurkan tentara sasani yang kuat
yang dikomando oleh jendral utama rustam yang terbunuh. Irak sebelah barat
tirgis terbuka. Ibu kota Sasani Ctesipon direbut, Yerussalem direbut, Basrah,
kufah didirikan sebagai kota- kota Garnisun.
|
640
|
Caesaria (pelabuhan laut Palestina) akhirnya direbut, tidak ada kekuatan
Byzantium apapun yang tersisa di Syiria. Mesir diserbu(berakir tahun 639)
Khuzistan direbut.
|
641
|
Mosul direbut. Tidak ada kekuasaan Sasani apapun yang tersisa disebelah
barat pegunungan Zagrosi, perang Nihavand di Zagros membuka (menaklukan)
daerah tersebut dengan menghancurkan tentara Sasani yang tersisa. Babilo di
Mesir (kedudukan Fustath kemudian Kairo) direbut.
|
642
|
Iskandariah direbut , Barqah (Tripolitania) disergap (642- 643),
penyergapan- penyergapan kearah pantai Makran, Iran Tenggara (643)
|
645- 646
|
Iskandariah direbut kembali oleh Byzaantium, lalu direbut kembalioleh
kaum muslimin
|
±645
|
Kaum muslimin terlibat pembangunan armada dari Mesir dan Syiria, kekuatan
muslim dimulai
|
±648
|
Tripolitania direbut
|
649
|
Cyprus direbut—pengoprasian laut muslim penting pertama
|
649- 650
|
Persepolis direbut kota utama Fars
dan pusat religius Zoroastrian
|
651
|
Yazdagrird, Raja terakhir Sasani, dibunuh di Khurasan
|
652
|
Sebagian besar Armenia ditundukka; armada Byzantium diusir dari
Iskandariah; Silsilia dijarah; perjanjian damai dibuat dengan Nubia, sebelah
selatan Mesir
|
654
|
Rhodes dijarah
|
655
|
Armada gabungan muslim memporak-porandakan armada utama Byzantium di
pantai barat laut Anatolia; kaisar yang berkuasa hampir tidak bisa
menyelamatkan diri.
|
Adapun penyebab ekspansi Islam Berhasil dengan gemilang[12]:
a.
Ajaran yang mencangkup dunia akhirat (Islam adalah
agama dan negara)
b.
Keyakinan yang mendalam para sahabat untuk
menyampaikan ajaran Islam
c.
Kekaisaran Persia dan Byzantium dalam keadaan
lemah
d.
Islam tidak memaksa rakyat takhlukanya untuk
mengubah agamanya
e.
Rakyat tidak senag tertindas oleh penguasa Persia
dan Byzantium
f.
Rakyat memandang bangsa Arab lebih dekat kepada
mereka dibanding Byzantium
g.
Wilayah perluasan adalah daerah yang subur
6. Sistem Nepotisme
Pergantian Umar dengan Utsman dapat diartikan
pergantian keradikalan/ kekerasan dengan kelonggaran/ kelembutan. Akibatnya,
banyak kaum Muslimin meninggalkan Utsman. Kesetiaan para pejabatnya pun
berkurang, kecuali dari kerabatnya sendiri. Oleh sebab itu banyak pejabat yang
dipecat dan diganti oleh sanak kerabatnya. Pada saat itulah, lawan politiknya
menuduh ia melakukan nepotisme.
C. Masa
Disintegrasi
Faktor penyebab kekecewaan rakyat terhadap
kekhalifahan Utsman adalah mengangkat keluarganya dalam kedudukan yang tinggi.
Seperti Marwan Ibn Hakam. Pada dasarnya Marwanlah yang menjalankan
pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar khalifah. Perubahan
sistem dalam pemerintahan ini memacu semangat perlawanan dan pemberontakan.
Pada saat yang genting, sahabat dan kerabatnya malah meninggalkanya. Pada
akhirnya khalifah Utsman pun terbunuh dalam pemberontakan tersebut[13].
Khalifah Ali pun diangkat menjadi khalifah
menggantikan Utsman. Penduduk Syiria dibawah pimpinan Muawiyah Ibn Abu Sufyan
menuduh Ali ikut terlibat dalam peristiwa terbunuhnya Utsman, dan mereka
meminta pertanggung jawaban atas pembunuhan tersebut. Dari konflik ini mak
lahirlah dua peperangan antar sesama muslim, yaitu: perang Jamal dan
perang Shiffin. Dari peperangn tersebut, pasukan Ali terpecah menjadi
dua kelompok, yaitu: Khawarij (kelompok yang keluar atau beroposisi baik
terhadap Ali maupun Muawiyah), dan Syi’ah (golongan yang mendukung Ali)[14].
Peradaban Islam Pada Masa Khulafaur- Rasyidin
1. Pembukuan Al-Qur’an
Penulisan Al- quran sudah dimulai pada masa
Rasulullah. Namun belum dibukukan dalam satu mushaf, masih dalam bentuk
lempengan batu, pelepah kurma, kepingan tulang dll. Maka Pada masa Abu bakar,
dikumpulkanlah menjadi satu mushaf karena kekhawatiran mulai berkurang dan
meninggalnya para penghafal Al-Quran disebabkan peperangn dan lanjut usia.
Sedangkan pada masa Utsman adalah penetapan Mushaf standar karena terjadinya
perbedaan (qiraah) dialek/ logat Al- quran[15].
2. Perkembangan Ilmu
Pengetahuan
Periode ini lahir berbagai ilmu pengetahuan,
diataranya: Ilmu Qiraat,Ilmu Hadits, Ilmu Nahwu, Khath Al- Qur’an, Ilmu
Fiqih[16]
dll.
3. Perkembangan
Sastra
Sastra adalah inti seni, bagaikan cermin dari
segala hidup dikalangan bangsa Arab, baik bersifat spiritual, politik, maupun
selain keduanya[17].
4. Perkembangan
Arsitektur
Arsitektur dalam Islam dimulai tumbuhnya dari
Masjid. Beberapa masjid yang dibangun dan diperbaiki pada masa ini, yaitu:
a) Masjid Al- Haram (Makkah)
b) Masjid Madinah (Makkah)
c) Masjid Al Atiq (Mesir)
Sesudah Irak dan Mesir ditakhlukkan,khalifah Umar
memerintahkan membangun kota- kota baru diantarany: Kuffah, Basrah, dan
Fusthath[18].
Peta Politik dan Peradaban Masa Daulah Umayyah 1
Daulah Umayyah 1 adalah sebuah dinasti yang didirikan oleh keturunan
Muawiyah (661-680 M), yang berpusat di Damaskus. Berawal dari peralihan
kekuasaan setelah Umar wafat, bani Umayyah menyokong pencalonan Utsman bin
Affan secara terang- terangan hiangga Utsman terpilih. Maka pada pemerintahan
Utsman inilah Muawiyah mengumpulkan kekuatan dan menyiapkan daerah Syam sebagai
daerah kekuasaanya di kemudian hari. Ketika Ali menggantikan kekhalifahan
Utsman setelah wafat, Muawiyah selaku gubernur Syam mempunyai partai yang kuat
yang kemudian menolak kekhalifahan Ali. Dia menuntut atas kematian Utsman, bila
tidak terealisasi maka ai akan melakukan penyerangan terhadap khalifah bersama
tentara Syam (Syiria). Maka tertumpahlah dalam perang Shiffin antara
pasukan Ali dan Muawiyah, yang mana pasukan Muawiyah hampir terkalahkan. Akan
tetapi atas nasehat Amr bin Ash, maka pasukanya pun mengangkat mushaf- mushaf
diujung lembing sebagai pertanda seruan damai. Ali menasehati pasukanya agar
tidak tertipu dengan tindakan itu, dan meneruskan peperangan. Akan tetapi malah
terjadi perpecahan dalam pasukan Ali, sehingga ia terpaksa menerima tawaran
untuk tahkim.
Peristiwa tahkim justru merugikan pihak Ali, yang mengakibatkan
terpecahnya golongan menjadi 3, yaitu: Bani Umayyah (pendukung
Muawiyah), Syi’ah (pendukung Ali), Khawarij (yang menjadi lawan
dari kedua partai tsb).
Kaum Khawarij yang selalu berusaha merebut kekuasaan islam dari Ali,
Muawiyah dan Amr, yang mereka yakin ketiga pemimpin itulah sumber pergolakan.
Golongan ini berencana membunuh ketiga pemimpin itu. Dan berhasil membunuh
salah satu diantaranya yaitu Ali pada tahun 40 H (660 M)[19].
Peta Politik Masa Daulah Umayyah 1
A. Sistem
Pemilihan Khalifah
Wafatnya Ali menjadi jembatan emas bagi Muawiyah
untuk merealisasikan keputusan- keputusan perjanjian perdamaian (tahkim), yang
menjadikan dia sebagai penguasa terkuat di wilayah kekuasaan Islam. Pemindahan
kekuasaan kepada Muawiyah mengakhiri bentuk demokrasi kekhalifahan menjadi
menjadi Monarchi Heridetis(kerajaan turun-temurun). Sikap ini
terpengaruh oleh keadaan Syiria selama
ia menjadi gubernur disana.
Pada masa ini terjadi perubahan administrasi
pemerintahan, diantaranya: pempentukan pasukan bertombak pengawal raja, materai
resmi untuk pengiriman memorandum, pembentukan Dewan Sekretaris Negara,
pengangkatan Amir Al- Umara yang membawahi beberapa Amir sebagai penguasa satu
wilayah. Adapun pada masa Abdul Malik bin Marwan jalanya pemerintahan
ditentukan 4 departement:
a. Kementrian Pajak
Tanah (diwan al- kharraj)
b. Kementrian khatam (diwan
al- khatam), bertugas merancang dan mengesahkan ordansi pemerintah.
c. Kementrian surat-
menyurat (diwan Al- Rasail)
d. Kementrian urusan
perpajakan (diwan al- mustaghallat)
B. Kebijakan
Politik Ekonomi
Selain usaha pengamanan di dalam negeri, juga
dilakukan perluasan wilayah kekuasaan ke berbagai wilayah, antara lain: Tunis,
Balkh, Bukhara, Khawarizm, Farghana, Samarkand, Aljazair, Maroko, Seville,
Malaga, Elvire, Cordova, dan masih banyak lagi.
Kemenangan- kemenangan yang diperoleh umat Islam
secara luas itu, menjadikan orang- orang arab tinggal di wilayah takhlukan
tersebut. Prinsip keuangan negara diberlakukan seperti pemerintahan Khalifah
Rasyidin, yaitu penetapan pajak tanah (Kharraj) dan pajak perorangan (Jizyah)
untuk tiap individu penghuni daerah takhlukan. Hal ini memperlancar
terlaksananya penggajian bagi bala tentara[20].
Penggajian pada mulanya diprioritaskan kepada orang- orang Arab saja, sedangkan
non Arab Muslim diberi gaji dan harta rampasan perang setelah beberapa lama
menjadi tentara, itupun dalam jumlah yang berbeda. Pembedaan antara orang Arab
dan Non- Arab merupakan alasan melemahnya orang- orang Arab karena kemewahan
mereka, sehingga pada masa- masa berikutnya peran kemiliteran mereka diambil
aliholeh orang- orang Barbar untuk penakhlukan kesebelah barat dan orang- orang
Persia untuk sebelah timur.
C. Strruktur Masyarakat
dan Tali Ikatan Persatuan
Pada periode ini, syarat keanggotaan masyarakat harus berasal dari orang
Arab, sedangkan yang non- Arab setelah menjadi Muslim harus mau menjadi
pendukung (mawali) bangsa Arab. Dengan demikian masyarakat Muslim
periode ini terdiri atas dua kelompok, yaitu: Arab dan Mawali[21].
Adapun orang yang non Muslim yang merupakan masyarakat minoritas yang
dilindungi (dzimmi), terutama Yahudi dan Kristen dengan sikap
menghormati dan melindungi orang lain yang berbeda agama. Tindakan kaum Muslimin
itu akhirnya banyak membawa orang- orang dzimmi berpindah menjadi Islam.
Sehingga terbentuklah suatu kesatuan masyarakat melalui politik arabisme.
Peradaban Masa Daulah Umayyah 1
1. Asitektur
Seni bangunan (arsitektur) pada zaman ini bertumpu
p[ada bangunan sipil berupa kota- kota dan bangunan agam berupa masjid.
Beberap[a kota baru atau perbaikan kota lama telah dibangun dalam zaman ini
yang diiringi pembangunan berebagai gedung dengan gaya perpaduan Persia,
Romawi, Arab dengan dijiwai semangat Islam.
2. Organisasi Militer
Pada periode ini organisasi militer terdiri dari
angkatan darat (Al- Jund), angkatan Lut (Al- Bahriyah), dan angkatan
kepolisian (As- Syurtah). Pada waktu itu
aktifitas bala tentara dilengkapi baju besi, pedang dan panah[22].
3. Perdagangan
Setelah berhasil menguasai wilayah yang cukup
luas, maka lalu lintas perdagangan mendapat jaminanyang layak, yang terdidri
lalu lintas darat dan laut.
4. Kerajinan
Pada masa khalifah Abd Malik mulai dirintis
pembuatan tiraz (semacam bordir), yakni cap resmi yang dicetak pada
pakaian Khalifah dan para pembesar kerajaan. Adapun di bidang seni lukis adalah
lukisan binatang yang bercorak Hellenisme murni tetapi kemudian dimodifikasi
menurut cara-cara islam.[23]
5. Reformasi Fiskal
Selama masa pemerintahan umawiyah hampir semua
pemilik tanah baik Muslim maupun non muslim, diwajibkan membayar pajak tanah.
Sementara pajak kepala tidak berlaku bagi penduduk muslim, sehingg banyaknya
penduduk yang masuk islam secara ekonomis merupakan latar belakang berkurangnya
penghasilan negara. Bagi golongan dzimmi, mereka tidak diperkenankan
andil dalam angkat senjata, tetapi harus membayar upeti sebagai ganti
perlindungan muslimin kepada mereka. Jadi mereka hidup dalam kemerdekaan dengan
jalan pajak tanah dan pajak kepala.
Peta Politik dan Peradaban Masa Daulah Abbasiyah
Didirikan oleh Abu Al- Abbas Abdullah bin Muhammad
Al- Saffah yang sekaligus menjadi khalifah pertama. Diumumkan di masjid Agung
Kuffah pada 132 H/ 749 M. Al- saffah sang penumpah darah, dengan dukungan dari
paman- pamanya berusaha membersihkan sisa- sisa kekuatan bani umayyah. Revolusi
sosial dan politik dilakukan untuk
reformasi Dinasti Umayyah agar sesuai dengan ajaran murni islam, yang mana pada
saat itu dianggap korup, dekaden, otoriter dan sekuler[24].
Peta Politik Masa Daulah Abbasiyah
Beberapa alasan yang melatarbelakangi kemunduran
Daulah Umayyah, dan keberhasilan keturunan Abbas mendapat dukungan. Diantaranya
yaitu,banyaknya kelompok umat yang sudah tidak mendukung kekuasaan
imperium Bani Umayyah yang korup, sekuler, dan memihak sebagian kelompok. Kelompok
Syi’ah sejak awal berdirinya Daulah Umayyah telah memberontak karena merasa hak
mereka terhadap kekuasaan telah dirampok oleh muawiyah. Kelompok Khawarijjuga
merasa bahwa hak politik umat tidak boleh dimonopoli oleh keturunan tertentu
tetapi merupakan hak setiap Muslim. Adapun dari kelompok mawali (orang- orang non- Arab yang masuk Islam),
mereka kebanyakan berasal dari Persia yang merasa diperlakukan tidak setara
dengan orang- orang Arab karena mendapat beban pajak yang sangat tinggi.
Abu Al- Abbas yang menggerakkan roda revolusi ini
menggunakan ideologi kjeagamaan untuk meruntuhkan legitimasi kekuasaan Bani
Umayyah. Untuk menyebarkan ideologi ini mereka mereka menggunakan para da’i
yang disebar ke pelosok- pelosok wilayah imperium bani Umayyah. Dakwah politik
ini berlangsung lama dalam bentuk
rahasia. Propaganda Abu Al- Abbas berisi tentang legitimasi keagamaan keluarga
ini untuk menggantikan Bani Umayyah dalam menggantikan pemimpin Umat Islam.
Selain itu, gerakan penggulingan imperium Umayyah ini sukses berkat organisasi
tentara yang dipersenjatai dan
diorganisir dengan baik yang memulai pemberontakan terbuka terhadap
pemerintahan Daulah Umayyah pada tahun 747 M[25].
Jadi, penyebab berdirinya kekuatan Abbasiah dan kehancuran Dinasti Umayyah,
disebabkan oleh dominannya kekuatan baru yang muncul, yang menuntut revolusi
kekhalifahan yang mana pada saat itu telah keluar dari jalur, korup, sekuler,
dan memihak sebagian kelompok.
Sistem pergantian kekhalifahan pada masa ini
adalah disesuaikan menurut kondisi atau tidak menentu. Kadangkala menggunakan monarkhi
hiredetis (keturunan/ turun- temurun) kadang menggunakan demokrasi (pemilihan).
Namun, pada masa inilah disebut zaman keemasan islam dimana terdapat berbagai
kemajuan- kemajuan yang dicapai dari berbagai bidang. Adapun faktor utama
pendorong kemajuan adalah kecakapan khalifah karena ia seorang yang berilmu.
Selain itu Khalifah menjadi pelopor utama perubahan dalam negara, dengan begitu
rakyatnya pun mendapat dukungan untuk terus maju. Dengan adanya kerjasama yang
baik antara pemerintahan dan rakyat, maka kemajuan dari berbagai bidang pun
mampu untuk dicapai.
Peradaban Masa Daulah Abbasiyah
Dalam bidang peradaban, masa Abbasiyyah menjadi
tonggak puncak peradaban Islam. Diantarnya:
- Gerakan Penerjemahan
Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak masa Daulah Umayyah, upaya
besar- besaran untuk menerjemahkan manuskrip berbahasa asing terutama bahasa
Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab mengalami masa keemasan pada masa Daulah
Abbasiyah. Para ilmuan diutus ke daerah byzantium untuk mencari- cari naskah-
naskah Yunani dalam berbagai bidang ilmu terutama filsafat dan kedokteran.
Sedangkan perburuan manuskrip di daerah timur seperti Persia adalah terutama
dalam bidang tata negara dan sastra. Para penerjemah tidak hanya dari kalangan
Islam, tetapi dari kalangan pemeluk Nasrani dari Syiria, dan Majusi dari Persia[26].
Adapun pada awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam
bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian disusul dengan filsafat.
- Baitul Hikmah: Perpustakaan dan Observatorium
Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pusat
pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa ini, Baitul Hikmah dipergunakan secara
lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku- buku kuno yang didapat dari
Persia, Byzantium, bahkan Ethiopia dan India. Pada pemerintahan Al- Makmun lah
Baitul Hikmah tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan tetapi juga sebagai
pusat studi dan riset astronomi dan matematika[27].
- Perkembangn Ekonomi
Ekonomi Imperium inidigerakkan oleh perdagangan. Barang- barang kebutuhan
pokok dan mewah dari wilayah timur imperium diperdagangkan dengan barang-
barang hasil dari wilayah bagian barat. Di kerajaan ini sudah terdapat berbagai
macam industri seperti kain linen di Mesir, sutra dari Siria dan Ira, kertas
dari Samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir, dan
kurma dari Iraq. Hasil industri dan pertanian ke berbagai wilayah di kekuasaan
Abbasiyah dan negara lain.
Adapun
peta politik dan peradaban daulah atau kerajaan setelah berakhirnya dua dinasti besar Islam yaitu, Umayyah dan Abbasiyah. Islam meluas ke berbagai negara diantaranya:
A. Islam di
Andalusia
Pusat
kekuasaan di wilayah andalusia pada saat itu berada diantara dua suku besar
arab yaitu Yamani dan Mudhori. Suku yamani berasal dari selatan arabia, sedangkan suku mudhori
berasal dari Lembah Efrat. Menjelang tahun 138 H (756 M) terjadi perebutan kekuasaan di
wilayah Andalusia sehingga khalifah di Baghdad hanya sekedar mengakui dan merestui setiap
kali ada amir yang muncul di Andalusia.[28]
Khalifah yang menonjol
pada periode pertama tahun 711-755 M, Andalusia diperintah oleh para wali yang diangkat
oleh[29]
khalifah bani umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode kedua antara tahun 755-1013 M, andalusia di kuasai
oleh Daulah
Umawiyah
II. Pada masa keamiran Abd al-Rahman al- Dakhil mengambil kekuasaan di Andalusia pada masa Amir Yusuf al-Fihr. Masa kekhalifahan
tahun 912-1013 M, ketika abad al-Rahman III, amir ke-8 bani umayyah II kedudukannya
dilanjutkan oleh hakam II kemudian oleh hisyam II. Periode ketiga antara tahun
1031-1492 M, periode ini di bagi menjadi tiga macam:
1. Masa
kerajaan kecil yang sifatnya lokal tahun 1031-1086 M, jumlahnya sekitar 20 buah.
Masa ini disebut mulukal-thawif (raja golongan). Mereka mendirikan
kerajaan berdasarkan etnis barbar, slovia, atau andalusia yang bertikai
sehingga menimbulkan keberanian umat kristen di utara menyerang.[30]
2. Masa
antara tahun 1086-1235 M, ketika umat islam andalusia di bawah kekuasaan bangsa
barbar afrika utara. Mula-mula bangsa barbar
dipimpin oleh Yusuf Ibn Tasyfin mendirikan daulah muratabin.
3. Masa
antara tahun 1232-1492, ketika umat islam Andalus bertahan di wilayah Granada
di bawah kuasa dinasti bani Ahmar. Pendiri dinasti ini adalah Sultan Muhammad
Ibn Yusuf.[31]
Strategi
yang digunakan yaitu pada saat suku madhori dipegang oleh Yusuf Ibn Abdurrahman
tunduk kepada kekuasaan Abbisiyah di Baghdad. Abdurrahman dari golongan daulah
umayyah, saat itu terdapat pengejaran dan pembersihan terhadap semua pengikut
umayyah yang dilakukan oleh Abbasiyah. Namun ada seorang Amir Abdurrahman ibn Muawiyah ibn Hisyam ibn Abdul Malik yang lari dari Irak mengarungi gurun
syria menuju palestina, lalu menyeberangi gurun sinai di mesir, melewati
beberapa wilayah Afrika menuju Andalusia yang telah ditaklukkan oleh nenek moyang dari dinasti Umayyah. Dengan
demikian Abdurrahman bisa meloloskan diri masuk ke Andalusia untuk membangun
kebudayaan dan peradaban islam.[32]
Kemajuan
yang dicapai dengan berhasilnya memadamkan dan menumpas gerakan-gerakan yang
ditimbulkan oleh kelompok pro abbasiyah dan kerusuhan lainnya, maka semakin
mantaplah kekuasaan Amir Abdurrahman sehingga stabilitas pemerintahannya
merupakan faktor yang mendukung bagi terlaksananya usaha-usaha pembangunan,
keamanan dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Abdurrahman I ini telah berjasa
dalam usaha-usaha pembangunan misalnya masjid agung di cordoba, pembangunan
istana, gedung perguruan tinggi dll.[33]
Kemajuan berbagai cabang kebudayaan dalam segala ragam dan jenisnya andalusia
benar-benar telah menjadi jembatan emas yang menghubungkan hasil-hasil
peradaban islam di eropa.[34]
B. Islam di
Afrika Utara
1. Daulah
Murabbitun (479-540 H/1088-1145 M)
Murabbitun
adalah salah satu Dinasti Islam yang berkuasa di Maghribi. Kegiatannya ialah
menyebarkan agama islam dengan mengajak suku-suku lain menganut agama islam
seperti yang mereka anut.
Dibawah
pimpinan spiritualnya, Abdullah ibn Yasin dan seorang komandan militer, Yahya
ibn Umar, mereka berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wadi dara.
Kemudian mereka berhasil menaklukkan kerajaan Sisjil Masat yang dikuasai oleh
Mas’ud ibn Wanuddin al-maqrawi. Ketika Yahya ibn Umar meninggal jabatannya digantikan
oleh saudaranya Abu Bakar ibn Umar. Sepeninggalan Abu bakar digantikan oleh
Ya’kub Yusuf ibn Tasyfin sampai kepada anaknya Ali ibn Yusuf.
Dinasti
murabbitun memegang kekuasaan selama 90 tahun dengan enam orang penguasa, yaitu
Abu Bakar ibn Umar, Yusuf ibn Tasyfin, Ali ibn Yusuf, Tasyfin ibn Ali, Ibrahim
ibn Tasyfin dan Ishak ibn Ali.
2. Daulah
Muwahidun (524-667 H/1130-1269 M)
Marakesy
pada masa itu berfungsi sebagai pusat aktifitas politik, kehidupan sosial dan
kebudayaannya. Strategi yang digunakan dengan menyusun kekuatan yang dilakukan
oleh ibn Tumart adalah memberantas paham golongan murrabitun yang menyimpang,
menentang kekafiran, mengajak umat menjalankan amar ma’ruf nahi munkar.
Setelah
ibn Tumart meninggal tampak kepemimpinan beralih kepada al-Mu’min. Awal
kepemimpinannya diarahkan dua hal: pemasyarakatan ajaran muwahhidiyah dan
mengakhiri kekuasaan murrabitun. Perluasan di lanjutkan ke Aljazair (1152),
Tunisia, Tripoli, terus ke Qoiruwan dan madinah.
Al- Mu’min
digantikan oleh Ya’kub Yusuf (1163-1184), setelah itu Abu ya’kub digantikan Abu
Yusuf Al- Manshur (1184-1199). Al Manshur digantikan Muhammad al-Nashir.
Adapun
faktor kemunduran daulah muwahhidun ini disebabkan oleh:
a) Perebutan
tahta di kalangan keluarga daulah.
b) Melemahnya
kontrol terhadap penguasa daerah.
c) Mengendurnya
tradisi disiplin.
d) Memudarnya
keyakinan akan keagungan misi Al Mahdi ibn Tumart.
3. Daulah
Fathimiyah
Golongan
fathimiyah tidak hanya menolak kekuasaan abbasiyah tetapi menyatakan bahwa
merekalah yang paling berhak memerintah seluruh kerajaan islam. Di afrika utara
kekuasaan mereka segera menjadi besar. Tahun 909 mereka dapat menguasai dinasti
Rustamiyah dari Tahert dan menyerang bani Idris di Maroko.[35]
Khalifah-khalifah
daulah fathimiyah secara keseluruhan ada empat belas oran, tetyapi yang
berperan adalah:
1. Ubaidillah
Al-Mahdi
2. Qo’im
(322 H/934 M)
3. Mansur
(334 H/945 M)
4. Mu’izz
(341 H/952 M)
5. Aziz
(364 H/973 M)
6. Hakim
(368 H/996 M)
7. Zahir
(411 H/1020 M)
8. Mustansir
(427 H/1035 M)[36]
4. Daulah
Ayyubiyah
Pendiri
dinasti ini Shalahuddin lahir di Takriet 532H/1137M meninggal 589H/1193M,
dimasyhurkan oleh bangsa eropa dengan nama ”Saladin” pahlawan perang salib,
dari keluarga Ayyubiyah suku Kurdi.
Perjuangan
shalahuddin sampa menjadi sultan dapat dibagi menjadi tiga periode[37]:
1. Periode
pertama, periode berjuang di Mesir.
Shalahuddin
menghadapi tentara salib yang datang dari barat, yang mencoba menduduki kota
Dimyat untuk merebut mesir. Ketika kholifah Al-Adhid meninggal shalahuddin
diangkat menjadi penguasa mesir, tetapi beliau tidak bersedia menjadi raja
pelanjut daulah fathimiyyah. Beliau berusaha melemahkanpengikut khalifah dan
mencari kepercayaan rakyat yang kebanyakan pengikut aliran sunni.
2. Periode
kedua, periode menghadapi Syria (1174-1186 M)
Shalahuddin
menjadi penguasa Arab terpenting mempersatukan Mesir, Syria, Mesopotamia, dan Yaman
untuk melawan tentara salib.
Untuk
mempertahankan diri melawan pengikut fathimiyyah di mesir dan melawan bahaya
orang salib di Syria dan Palestina, Shalahuddin mendirikan benteng kairo di
atas bukit Muqattam yang paling barat. Ini adalah rencana shalahuddin untuk
menghubungkan benteng ini dengan perbentengan kairo kuno zaman fathimiyyah dan
memperluas benteng sehingga memagari letak kota Fustat.
3. Periode
ketiga, periode berjuang di Palestina (1186-1193)
Pada
tahun 1174 shalahuddin menguasai Mesir mendirikan dinasti Ayyubiyah. Pada tahun
1181 M Malik al-Shaleh meninggal, maka shalahuddin menguasai wilayah Mesir,
Syam, Mesopotamia, dan Yaman. Dinasti ini berkuasa selama 90 tahun mempunyai
sepuluh orang sultan:
a. Shalahuddin
Yusuf (1174-1193 M)
b. Al-
Aziz ibn Shalahuddin (1193-1198 M)
c. Manshur
ibn al-Aziz (1198-1199 M)
d. Al-Adil
I Ahmad ibn Ayyub (1199-1218 M)
e. Al-Kamil
I (1218-1238 M)
f. Al-Adil
II (1238-1240 M)
g. Sholeh
Najmuddin (1240-1249 M)
h. Muazzham
Tauran ibn Sholeh (1249 M)
i.
Syajarat al-Durr
istri Malik Sholeh
j.
Asyraf ibn Yusuf
(1249-1250 M)
Tidak
kurang sepuluh tahun Shalahuddin menghadapi tentara salib di dalam berbagai
pertempuran sehingga puncaknya pada pertempuran di Hittin pada tahun 583 H/1187
M beliau mencapai kemenangan gemilang, dari Teberias menuju Palestina dan
merebut kota itu dari kekuasaan tentara salib.
Setahun
kemudian Shalahuddin wafat dalam usia 75 tahun. Walaupun Shalahuddin termasyhur
sebagai pemimpin islam di medan perang menghadapi tentara salib, tetapi jasanya
di bidang ilmu pengetahuan tidaklah sedikit.
C. Islam Di
Sisilia
Sisilia
adalah sebuah pulau di laut tengah, letaknya di sebelah selatan semenanjung
italia, pulau ini bentuknya mendekati segitiga dengan luas 25.708 km. Pulau ini
dibagi menjadi tiga bagian: Val di Mazara, Val di Noto, dan Demone. Antara
penaklukkan Sisilia dan Spanyol pada tingkat awalnya sama. Sama-sama didorong
semangat tinggi untuk meluaskan islam, tetapi berbeda dalam penerimaan.
Usaha
untuk menjadikan pulau sisilia menjadi wilayah islam telah dimulai sejak
khalifah Usman ibn Affan mengirimkan gubernur Muawiyah ibn Abi Sufyan menyerang
pulau-pulau di laut tengah, termasuk sisilia pada tahun 652 M.
Gubernur-gubernur dan panglima perang dari bani aghlab juga menyempurnakan
penyerangan sehingga panglima yang kemudian menjadi gubernur berturut-turut
adalah Abu fihr Muhammad ibn Abdullah, Abu Aghlab ibn Ibrahim ibn Abdullah,
Abbas ibn Fadl ibn Ya’kub, Khafaja ibn Sufyan, Ja’far ibn Muhammad, Abdullah
ibn Ibrahim, dan Ahmad ibn Husyen.
Keseluruhan
pemerintahan islam di sisilia di bawah tiga dinasti yaitu Aghlab yang
beribukota di Qairuwan, disusul Fathimiyah, dan akhirnya dinasti Kalbi.[38]
Pulau sisilia dibawah dinasti Kalbiyah mengalami kemajuan dalam segala bidang.
Perkembangan ilmu agama islam pada masa dinasti Aghlab lebih menonjol dibanding
bidang kajian lainnya, misalnya ilmu fiqh. Dalam ilmu kalam, sastra, sejarah,
fisika, kedokteran, ilmu bumi juga ikut berkembang.[39]
D. Dinasti
Ghaznawiyah
Dinasti
ini menjadikankota Ghazna sebagai pusat kekuasaan, wilayahnya meliputi bagian
Timur Iran, Afghanistan, Pakistan dan beberapa bagian wilayah India. Dinasti
inilah yang mampu merambah jalah kepusat negeri India menyebarkan agama islam,
menghancurkan berhala menggantikan kuil-kuil dengan masjid. Setelah kehancuran
dinasti samani Mahmud Ghaznawi secara resmi memperoleh pengakuan dari khalifah
Abbasiyah Al Qadir dan digelari Yamin al-Daulah. Di setiap daerah penaklukan
Mahmud mengikis ajaran Brahmanisme dan digantikan dengan ajaran Islam.[40]
Pada
zaman dinasti Ghazanawiyah pembangunan dan kemajuan ilmu pengetahuan tidak
kalah pula. Dalam bidang pembangunan, terutama di kota Ghaza, tidak terlepas
dari masalah peperangan. Harta rampasan berupa patung emas, intan permata dan
berlian diangkut ke Ghazna untuk membangun dan memperindah Ibukota dengan
bangunan-bangunan megah.
Ketika
kerajaan Ghaznawiyah mengadakan perluasan wilayah, banyak ilmuwan-ilmuwan yang
berlindung kepada sultan Ghaznawi, termasuk al-Biruni. Tercatat pula di masa
Mahmud dan putranya, Mas’ud, para ilmuwan lain seperti Ibn al-Arraq dan Ibn
al-Khammar, juga al-Marasyi, Al-Utby, Al-Baihaqy, ketiganya penulis sejarah.
Sayang sesudah Mas’ud sultan-sultan Ghaznawi tidak ada yang kuat sehingga pada
Dinasti Ghaznawiyah ini melemah kemudian hancur.[41]
BAB 3
KESIMPULAN
Islam sepeninggalan Rasulullah mengalami perubahan yang sangat mendasar,
terutama berkaitan dengan peradaban dan kemajuan dari bidang ilmu pengetahuan,
politik dan ekonomi dll. Peta politik islam menjelang abad pertengahan ini
penuh dengan konflik, namun juga mengalami masa kejayaan, seolah seimbang
antara keduanya. Konflik sering muncul tatkala peralihan kepemimpinan setelah khalifah
utsman, dan ali. Kemudian konflik terus berkepanjangan hingga daulah Umayyah,
dan Abbasiyah. Sistem negara yang terus mengalami perubahan tiap era, menambah
kekayaan pengetahuan bagi generasi daulah setelahnya. Peralihan kekuasaan pun
kasangkala mengikuti situasi dan kondisi, kadangkala menggunakan demokrasi,
kadang menggunakan sistem turun temurun.
Peradaban pun tak kalah majunya pada masa menjelang abad pertengahan ini.
Baik dari segi ilmu pengetahuan, sastra, seni bangunan/ arsitektur, administrasi
kenegaraan, perdagangan, penerjemahan yang terus berkembang dengan pesatnya,
terutama pada imperium Abbasiyah yang dikenal dengan zaman keemasan, karena
mengalami kemajuan dari berbagai segi kehidupan.
REFERENSI
Mansur, Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Global Pustaka
Utama, 2004.
Abdurrahman, Dudung, Sejarah
Peradaban Islam : Dari Masa Klasik Hingga Modern,
Yogjakarta: Lesfi, 2004.
Ibrahim Hasan, Sejarah dan
Kebudayaan Islam, Yogjakarta: Kota
Kembang, 1989.
W. Montgomerry, Pergolakan
Pemikiran Politik Islam, Jakarta: Bennabi Cipta, 1985.
Musyrifan Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Kencana,
2003.
[1] Dudung Abdurrahman, Sejarah
Peradaban Islam : Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogjakarta: Lesfi,
2004), hlm. 43.
[28] Mansur, Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah,
(Yogyakarta: Global
Pustaka Utama, 2004), hlm. 40.